Minggu, 10 Oktober 2010

SORRY (ASOSIASI MOTOR WARA-WIRI

SORRY
ASOSIASI MOTOR WARA-WIRI

Ini adalah sebuah klub motor di sebuah daerah di perumnas 1 bekasi selatan . Klub motor ini sendiri berdiri sekitar tahun 2007 tepat nya ketika kami masih duduk di bangku sekolah menengah atas (SMA) .
Awal nya , klub ini berdiri tanpa direncanakan terlebih dahulu , klub ini berdiri secara spontanitas yang digagas oleh teman kami sendir yang bernama Dani . Ia mencetuskan ketika kami sedang nongkrong-nongkrong disebuah warung tempat kita nongkrong dengan beberapa motor kami masing-masing . ia melihat , kami mempunyai hobi yang sama antar sesama anggota , yaitu hobi di bidang kendaraan , tepat nya pada sepedah motor . sejak itu ia mencetuskan membuat sebuah klub motor di daerah tempat tinggal kami .
Nama klub kami sendir tidak terlalu susah di ingat dan gampang di hafal , yaitu SORRY (Asosiasi Motor Wara-Wiri) . Pemberian namanya juga berlangsung secara spontanitas juga . SORRY berfilosofi ketika kami sedang mengadakan konfoi , kami harus bisa menjaga kesopanan antar sesama bikers di jalanan , dan harus patuh terhadap peraturan lalu lintas yang ada .
Kegiatan dari klub SORRY sendiri , tidak terlalu banyak , kami pernah bergabung mengadakan Baksos ( Bakti sosial ) dengan bergabung dengan AMCI ( Asosiasi Motor Ceper indonesia) . tetapi kami mempunyai haluan sendiri , yaitu kami klub motor yang bebas ( Indie) , dan kami suka ber-wara-wiri ria .
Kami mempunyai anggota sekitar 15 orang , 5 orang pasif , sedangkan yang 10 lagi anggota aktif
Ketua klub kami sendiri bernama Dani dc
Bendahara kami sendiri bernama Ardie
Sekretaris kami bernama Dhanie
Humas bernama Edi
Dan sisa nya lebih kepada anggota .

Selasa, 30 Maret 2010

Dapatkah autis disembuhkan?

I. DAPATKAH AUTIS DISEMBUHKAN ?
Penyandang autis dikatakan “SEMBUH” apabila mereka berhasil masuk dalam mainsterning, yaitu mampu mengikuti sekolah regular kemudian berkembang hidup mandiri di masyarakat dengan tidak tampak gejala sisa sehingga tidak ada yang menduga bahwa sebenarnya adalah mantan penyandang autis.
Terdapat salah satu sekolah khusu autis yang mencoba dengan terapi pendekatan pendidikan yang mendasarkan kepada :
1. Kontak
2. Komunikasi
3. Sosialisasi, kepada anak didiknya

gangguan dalam komunikasi

D. CIRI – CIRI GANGGUAN DALAM KOMUNIKASI

1. Perkembangan bicara terlambat/sama sekali tidak berkembang.
2. Bila anak bisa bicara, maka bicaranya tidak dipakai untuk berkomunikasi.
3. Sering menggunakan bahasa yang aneh dan di ulang – ulang.
4. Cara bermain kurang variatif, murang imajinatif dan kurang dapat menir

gangguan dalam komunikasi

D. CIRI – CIRI GANGGUAN DALAM KOMUNIKASI

1. Perkembangan bicara terlambat/sama sekali tidak berkembang.
2. Bila anak bisa bicara, maka bicaranya tidak dipakai untuk berkomunikasi.
3. Sering menggunakan bahasa yang aneh dan di ulang – ulang.
4. Cara bermain kurang variatif, murang imajinatif dan kurang dapat menir

gangguan kualitatif dalam interaksi sosial

C. CIRI – CIRI GANGGUAN AUTIS KUALITATIF DALAM INTERAKSI SOSIAL

1. Tidak mampu menjalin interaksi social yang cukup memadai
2. Kontak mata sangat kurang
3. Ekspresi kurang hidup
4. Tidak ada empati
5. Tidak bisa bermain dengan teman sebayanya
6. Kurang mampu mengadakan hubungan social dan emosional yang timbal balik

upaya yang dilakukan untuk anak-anak autis

* UPAYA YANG DILAKUKAN

Upaya yang pertama kali dilaukan oleh para guru adalah menyelami dunia anak autis (empathy) agar nantinya timbul suatu kontak batin.

Apa yang dilakukan jika anak terdeteksi autisme ??

1. Melakukan pemeriksan ke dokter anak yang ahli tentang autisme untuk emndapatkan diagnosis.
2. Melakukan intervensi secara dini dengan melakukan tata laksana perilaku.
3. Melakukan intervensi biomedis/obat – obatan.
Tujuan dari ketiga hal tersebut adalah :
Untuk mengajarkan anak bagaimana cara belajar metode perilaku meningkatkan belajar tidak hanya dengan mengajar anak, tetapi juga mengganti perilaku – perilakunya yang bermaslah dengan lebih sesuai.

Tujuan terapi pada gangguan autisme adalah untuk mengurangi masalah perilaku serta meningkatkan kemampuan belajar dan perkembangannya, terutama dalam penggunaan bahasa. Tujuan ini dapat tercapai dengan baik melalui suatu program terapi yang menyeluruh dan bersifat individual, di mana pendidikan khusus dan terapi wicara merupakan komponen yang penting.
Suatu tim kerja terpadu yang terdiri dari tenaga pendidik, tenaga medis (psikiater, dokter anak), psikolog, ahli terapi wicara, pekerja sosial, dan perawat, sangat diperlukan agar dapat mendeteksi dini, serta memberi penanganan yang sesuai dan tepat waktu. Semakin dini terdeteksi dan mendapat penanganan yang tepat, akan dapat tercapai hasil yang optimal.
Pendekatan edukatif
Anak dengan autisme seharusnya mendapat pendidikan khusus. Rencana pendidikan sebaiknya dibuat secara individual sesuai dengan kebutuhan masing-masing anak. Juga perlu diperhitungkan tidak hanya kelemahan anak ini, namun juga kekuatan yang mereka punyai, agar guru dapat mempertimbangkannya dalam memberikan keterampilan baru. Yang terbaik bagi mereka adalah suatu bentuk pelatihan yang sangat terstruktur, sehingga kecil kesempatan bagi anak untuk melepaskan diri dari teman-temannya, dan guru akan segera bertindak bila melihat anak melakukan aktivitas sendiri. Latihan yang terstruktur ini juga mempermudah anak untuk dapat memperkirakan kemungkinan apa yang akan terjadi di sekitarnya. Idealnya, anak ikut serta pelatihan ini, dengan harapan ia dapat memperoleh kemampuan untuk bekerja sendiri. Pendekatan ini tentunya membutuhkan suatu kelas yang perbandingan murid dan gurunya rendah.
Dalam pelajaran bahasa, anak lebih mudah mengembangkan kemampuannya dalam berkomunikasi bila fokus pembicaraan mengenai hal-hal yang ada dalam kehidupan sehari-hari. Pada beberapa anak dapat dicoba dengan melatih bahasa isyarat. Demikian pula dalam melatih ketrampilan sosial, hendaknya juga mengenai hal-hal yang menyangkut kehidupan sehari-hari. Kekurangan dalam interaksi soaial, hubungan timbal-balik, memahami aturan-aturan sosial, memusatkan perhatian bila berada dalam suatu kelompok, dan kemampuan mengerjakan cara-cara yang diajarkan oleh pembimbingnya, merupakan masalah-masalah yang kemungkinan dapat berhasil dicapai dalam program untuk remaja dan dewasa muda.
Terapi perilaku
Dengan modifikasi perilaku yang spesifik diharapkan dapat membantu anak autisme dalam mempelajari perilaku yang diharapkan dan membuang perilaku yang bermasalah.
Dalam suatu penelitian dikatakan, dengan terapi yang intensif selama 1-2 tahun, anak yang masih muda ini dapat berhasil meningkatkan IQ dan fungsi adaptasinya lebih tinggi dibanding kelompok anak yang tidak memperoleh terapi yang intensif. Pada akhir dari terapi, sekitar 42% dapat masuk ke sekolah umum. Agresivitas yang cukup banyak ditemukan pada anak autisme, memerlukan penangan yang spesifik, yakni:
Anak:
a. Ajari keterampilan berkomunikasi (non-verbal).
b. Tingkatkan ketrampilan sosial (dengan peragaan).
Medis
a. Konsultasi endokrinologi: untuk mengatasi agresivitas seksual.
b. Konnsultasi neurologi: untuk menyingkirkan adanya kejang lobus temporalis dan sindrom hipotalamik.
Lingkungan
Lingkungan harus aman, teratur, dan responsif.
Sekolah:
• Periksa prestasi akademik yang diharapkan.
• Catat reaksi dari teman-teman.
• Coba kurangi tuntutan dan perubahan.
• Konsultasi dengan para ahli.
Rumah:
• Bagaimana penerimaan keluarga terhadap anak (orangtua dan saudara-saudaranya).
• Catat tuntutan-tuntutan terhadap anak dan coba kurangi setiap perubahan rutinitas.
• Pembatasan ruang adalah penting.
• Konsultasi dengan para ahli.
Bangkitkan rasa percaya diri pada anak:
a. Bantu anak untuk melatih kontrol diri: stop-lihat-dengar
b. Praktikkan latihan relaksasi: napas dalam atau musik.
c. Ajari mendeteksi bahaya.
Kembangkan pelbagai keterampilan sebagai pengganti agresivitas, seperti keterampilan sosial, berkomunikasi, kerjasama, menggunakan waktu senggang, dan berekreasi.
Kurangi perubahan rutinitas yang mendadak. Hendaknya keluarga mempunyai rencana terhadap apa yang diharap dari anak di rumah:
a. Rutinitas sehari-hari pada pagi hari, sepulang sekolah, dan sore hari.
b. Gunakan gambar-gambar untuk anak non-verbal dan mempunyai fungsi yang lebih rendah.
Bagi anak dengan agresivitas yang berat:
a. Pakai cara istirahat (time out) untuk meredakan dan dapat mengontrol diri lebih baik.
b. Batasi reaksi emosional untuk menjadi agresif dengan berkata `tidak’ atau ‘stop’.
c. Gunakan alat bantu fisik untuk mengontrol anak
d. Koreksi terhadap akibat negatif yang dibuat anak
e. Pengendalian fisik pada agresivitas yang berat dan hilangnya kontrol diri.
f. Pastikan anak mempunyai rutinitas sehari-hari yang teratur.
g. Semua teknik di atas harus digunakan dengan hati-hati dan di bawah supervisi profesional yang telah terlatih.
Teknik pencegahan timbulnya agresivitas:
a. Bina hubungan yang kuat dengan anak
b. Pastikan anak mempunyai rutinitas yang teratur, terutama di rumah
c. Tinjau kembali bermacam tuntutan terhadap anak
d. Bagaimana mengatur perubahan rutinitas (sebelum/sesudah hari libur)
e. Jelaskan dan siapkan anak terhadap perubahan
f. Kurangi suara dan keributan di sekitarnya
g. Buat rencana untuk ‘hari-hari buruk’ dengan memilih suatu tempat yang tenang agar anak lebih tenang.
h. Pergunakan relaksasi dan kontrol diri sebagai cara untuk memberi lebih banyak ketrampilan pada anak
i. Pertemuan rutin dengan anggota tim agar mereka menyadari tanda-tanda agresivitas
j. Supervisi dan ahli jiwa yang terlatih dalam terapi perilaku kognitif
Psikoterapi
Dengan adanya pengetahuan tentang faktor biologi pada autisme, psikodinamik psikoterapi yang dilakukan pada anak yang masih kecil, termasuk terapi bermain yang tidak terstruktur, adalah tidak sesuai lagi. Psikoterapi individual, baik dengan atau tanpa obat, mungkin lebih sesuai pada mereka yang telah mempunyai fungsi lebih baik, saat usia mereka meningkat, mungkin timbul perasaan cemas atau depresi ketika mereka menyadari kelainan dan kesukaran dalam membina hubungan dengan orang lain.
Terapi Obat
Pada sekelompok anak autisme dengan gejala-gejala seperti tempertrantums, agresivitas, melukai diri sendiri, hiperaktivitas, dan stereotip, pemberian obat-obatan yang sesuai dapat merupakan salah satu bagian dari program terapi komprehensif. Pemeriksaan yang lengkap dari kondisi fisik dan laboratorium harus dilakukan sebelum memulai pemberian obat-obatan. Periode istirahat dari obat, setiap enam bulan dianjurkan untuk menilai lagi apakah obat masih diperlukan dalam terapi.
Obat-obatan yang digunakan antara lain:
a. Antipsikotik: untuk memblok reseptor dopamin
b. Fenfluramine: untuk menurunkan serotonin
c. Naltrexone: untuk antagonis opioida
d. Simpatomimetik: untuk menurunkan hiperaktivitas
e. Clomipramine: untuk anti depresan
f. Clonidine: untuk menurunkan aktivitas noradrenergik
J. UPAYA YANG DILAKUKAN

Upaya yang pertama kali dilaukan oleh para guru adalah menyelami dunia anak autis (empathy) agar nantinya timbul suatu kontak batin.

Apa yang dilakukan jika anak terdeteksi autisme ??

4. Melakukan pemeriksan ke dokter anak yang ahli tentang autisme untuk emndapatkan diagnosis.
5. Melakukan intervensi secara dini dengan melakukan tata laksana perilaku.
6. Melakukan intervensi biomedis/obat – obatan.
Tujuan dari ketiga hal tersebut adalah :
Untuk mengajarkan anak bagaimana cara belajar metode perilaku meningkatkan belajar tidak hanya dengan mengajar anak, tetapi juga mengganti perilaku – perilakunya yang bermaslah dengan lebih sesuai.

Gangguan anak Autis

Anak dengan autisme dapat tampak normal di tahun pertama maupun tahun kedua dalam kehidupannya. Para orang tua seringkali menyadari adanya keterlambatan kemampuan berbahasa dan cara-cara tertentu yang berbeda ketika bermain serta berinteraksi dengan orang lain. Anak-anak tersebut mungkin dapat menjadi sangat sensitif atau bahkan tidak responsif terhadap rangsangan-rangasangan dari kelima panca inderanya (pendengaran, sentuhan, penciuman, rasa dan penglihatan). Perilaku-perilaku repetitif (mengepak-kepakan tangan atau jari, menggoyang-goyangkan badan dan mengulang-ulang kata) juga dapat ditemukan. Perilaku dapat menjadi agresif (baik kepada diri sendiri maupun orang lain) atau malah sangat pasif. Besar kemungkinan, perilaku-perilaku terdahulu yang dianggap normal mungkin menjadi gejala-gejala tambahan. Selain bermain yang berulang-ulang, minat yang terbatas dan hambatan bersosialisasi, beberapa hal lain yang juga selalu melekat pada para penyandang autisme adalah respon-respon yang tidak wajar terhadap informasi sensoris yang mereka terima, misalnya; suara-suara bising, cahaya, permukaan atau tekstur dari suatu bahan tertentu dan pilihan rasa tertentu pada makanan yang menjadi kesukaan mereka.
Beberapa atau keseluruhan karakteristik yang disebutkan berikut ini dapat diamati pada para penyandang autisme beserta spektrumnya baik dengan kondisi yang teringan hingga terberat sekalipun.
1. Hambatan dalam komunikasi, misal: berbicara dan memahami bahasa.
2. Kesulitan dalam berhubungan dengan orang lain atau obyek di sekitarnya serta menghubungkan peristiwa-peristiwa yang terjadi.
3. Bermain dengan mainan atau benda-benda lain secara tidak wajar.
4. Sulit menerima perubahan pada rutinitas dan lingkungan yang dikenali.
5. Gerakkan tubuh yang berulang-ulang atau adanya pola-pola perilaku yang tertentu
Para penyandang Autisme beserta spektrumnya sangat beragam baik dalam kemampuan yang dimiliki, tingkat intelegensi, dan bahkan perilakunya. Beberapa diantaranya ada yang tidak 'berbicara' sedangkan beberapa lainnya mungkin terbatas bahasanya sehingga sering ditemukan mengulang-ulang kata atau kalimat (echolalia). Mereka yang memiliki kemampuan bahasa yang tinggi umumnya menggunakan tema-tema yang terbatas dan sulit memahami konsep-konsep yang abstrak. Dengan demikian, selalu terdapat individualitas yang unik dari individu-individu penyandangnya.
Terlepas dari berbagai karakteristik di atas, terdapat arahan dan pedoman bagi para orang tua dan para praktisi untuk lebih waspasa dan peduli terhadap gejala-gejala yang terlihat. The National Institute of Child Health and Human Development (NICHD) di Amerika Serikat menyebutkan 5 jenis perilaku yang harus diwaspadai dan perlunya evaluasi lebih lanjut :
1. Anak tidak bergumam hingga usia 12 bulan
2. Anak tidak memperlihatkan kemampuan gestural (menunjuk, dada, menggenggam) hingga usia 12 bulan
3. Anak tidak mengucapkan sepatah kata pun hingga usia 16 bulan
4. Anak tidak mampu menggunakan dua kalimat secara spontan di usia 24 bulan
5. Anak kehilangan kemampuan berbahasa dan interaksi sosial pada usia tertentu
Adanya kelima ‘lampu merah’ di atas tidak berarti bahwa anak tersebut menyandang autisme tetapi karena karakteristik gangguan autisme yang sangat beragam maka seorang anak harus mendapatkan evaluasi secara multidisipliner yang dapat meliputi; Neurolog, Psikolog, Pediatric, Terapi Wicara, Paedagog
Gangguan kognitif
Hampir 75-80% anak autisme mengalami retardasi mental dengan derajat rata-rata sedang. Menarik untuk diketahui bahwa beberapa anak autisme menunjukkan kemampuan memecahkan masalah yang luar biasa, seperti mempunyai daya ingat yang sangat baik dan kemampuan membaca yang di atas batas penampilan intelektualnya.
Sebanyak 50% dari idiot savants, yakni orang dengan retardasi mental yang menunjukkan kemampuan luar biasa, seperti menghitung kalender, memainkan satu lagu hanya dari sekali mendengar, mengingat nomor-nomor telepon yang ia baca dari buku telepon, adalah seorang penyandang autisme.
Gangguan perilaku motorik
Kebanyakan anak autisme menunjukkan adanya stereotip, seperti bertepuk-tepuk tangan dan menggoyang-goyangkan tubuh. Hiperaktif biasa terjadi terutama pada anak prasekolah. Namun, sebaliknya, dapat terjadi hipoaktif. Beberapa anak juga menunjukkan gangguan pemusatan perhatian dan impulsivitas. Juga didapatkan adanya koordinasi motorik yang terganggu, tiptoe walking, clumsiness, kesulitan belajar mengikat tali sepatu, menyikat gigi, memotong makanan, dan mengancingkan baju.
Respons abnormal terhadap perangsangan indera
Beberapa anak menunjukkan hipersensitivitas terhadap suara (hiperakusis) dan menutup telinganya bila mendengar suara yang keras seperti suara petasan, gonggongan anjing, atau sirine polisi. Anak yang lain mungkin justru lebih tertarik dengan suara jam tangan atau remasan kertas. Sinar yang terang, termasuk sinar lampu sorot di ruang praktik dokter gigi, mungkin membuatnya tegang walaupun pada beberapa anak malah menyukai sinar. Mereka mungkin sangat sensitif terhadap sentuhan, memakai baju yang terbuat dari serat yang kasar, seperti wol, atau baju dengan label yang masih menempel, atau berganti baju dari lengan pendek menjadi lengan panjang. Semua itu dapat membuat mereka tempertantrums.
Di lain pihak, ada juga anak yang tidak peka terhadap rasa sakit dan tidak menangis saat mengalami luka yang parah. Anak mungkin tertarik pada rangsangan indera tertentu seperti objek yang berputar.


Gangguan tidur dan makan
Gangguan tidur berupa terbaliknya pola tidur, terbangun tengah malam. Gangguan makan berupa keengganan terhadap makanan tertentu karena tidak menyukai tekstur atau baunya, menuntut hanya makan jenis makanan yang terbatas, menolak mencoba makanan baru, dapat sangat menyulitkan para orangtua.
Gangguan afek dan mood
Beberapa anak menunjukkan perubahan mood yang tiba-tiba, mungkin menangis atau tertawa tanpa alasan yang jelas. Sering tampak tertawa sendiri, dan beberapa anak tampaknya mudah menjadi emosional. Rasa takut yang sangat kadang-kadang muncul terhadap objek yang sebetulnya tidak menakutkan. Cemas perpisahan yang berat, juga depresi berat mungkin ditemukan pada anak autisme.
Perilaku yang membahayakan diri sendiri dan agresivitas melawan orang lain
Ada kemungkinan mereka menggigit tangan atau jari sendiri sampai berdarah, membentur-benturkan kepala, mencubit, menarik rambut sendiri, atau memukul diri sendiri. Tempertantrums, ledakan agresivitas tanpa pemicu, dan kurang perasaan terhadap bahaya, dapat terjadi pada anak autisme.
Gangguan kejang
Terdapat kejang epilepsi pada sekitar 10--25% anak autisme. Ada korelasi yang tinggi antara serangan kejang dengan beratnya retardasi mental dan derajat disfungsi susunan syaraf pusat.
Kondisi fisik yang khas
Dilaporkan bahwa anak autisme usia 2-7 tahun, tubuhnya lebih dibanding anak seusianya dan saudaranya.
Diagnosis Banding
Gangguan autisme musti dibedakan dengan:
• Retardasi mental: ketrampilan sosial dan komunikasi verbal atau non-verbal pada anak retardasi mental sesuai dengan usia mental mereka. Tes inteligensi biasanya menunjukkan suatu penurunan yang menyeluruh dari berbagai tes. Berbeda dengan anak autisme yang hasil tesnya tidak menunjukkan hasil yang rata-rata sama. Kebanyakan anak dengan taraf retardasi yang berat dan usia mental yang sangat rendah menunjukkan tanda-tanda autisme yang khas, seperti gangguan dalam interaksi sosial, stereotip, dan buruknya kemampuan berkomunikasi.
• Skizofrenia: kebanyakan anak dengan skizofrenia secara umum tampak normal pada saat bayi sampai usia 2-3 tahun, dan baru kemudian muncul halusinasi, gejala yang tidak terdapat pada autisme. Biasanya anak dengan skizofrenia tidak retardasi mental, sedangkan pada autisme sekitar 75-80% adalah retardasi mental.
• Gangguan perkembangan berbahasa: kondisi ini menunjukkan adanya gangguan pemahaman dan dalam mengekspresikan pembicaraan, namun komunikasi non-verbalnya baik, dengan memakai gerakan tubuh dan ekspresi wajah. Juga tidak ditemukan adanya stereotip dan gangguan yang berat dalam interaksi sosial.
• Gangguan penglihatan dan pendengaran: mereka yang buta dan tuli tidak akan bereaksi terhadap rangsang lingkungan sampai gangguannya terdeteksi dan memakai alat bantu khusus untuk mengoreksi kelainannya.
• Gangguan kelekatan yang rekatif: suatu gangguan dalam hubungan sosial pada bayi dan anak kecil. Keadaan itu dikarenakan pengasuhan yang buruk sehingga dengan terapi dan pengasuhan yang baik serta sesuai, kondisi itu dapat kembali normal.

Gangguan anak autis dapat dideteksi dengan melihat 2 indikasi, yaitu :
1. Gangguan komunikasi
2. Perilaku yang tidak seperti anak pada seusianya
Gejala pada anak autis sudah tampak pada umur :
→ 3 - 4 Bulan : kalau bayi sehat pada umumnya mulai bisa di ajak bicara, bisa menatap mata ibunya sambil mengoceh. Bayi autis tidak mau menatap mata orang lain. Tatapannya beralih kea rah lain.
→ 1,5 - 2 Tahun : Tidak dapat menyebutkan “PAPA” atau “MAMA”, bayi menangis terus atau justru diam terus.
→ 2 – 3 Tahun : Disaat anak balita lian belajar bicara, tidak tampak adanya tanda – tanda perkembangan bahasa pada anak autis. Kadang – kadang ia mengeluarkan suara yang tidak ada artinya namun kadang – kadang ia dapat menirukan kalimat atau nyayian yang sering didengarnya dari iklan di televisi.
→ 4 – 5 Tahun : Ketika anak – anak lain bersosialisasi, anak autis tetap hidup dalam dunianya sendiri. Kadang – kadang malah ia lebih suka membawa benda yang untuk orang lain di anggap mudah.